Sejarah Rokok di Jawa

Sejarah kisah nama kretek berawal dari kota Kudus. Memang tak jelas asal-usul yang akurat tentang rokok kretek. Menurut kisah dikalangan para pekerja pabrik rokok, riwayat kretek bermula dari penemuan Haji Djamari sekitar akhir abad ke-19. Awalnya, Djamari yang penduduk asli Kudus ini merasa sakit pada bagian dada. Ia lalu mengoleskan minyak cengkeh. Kemudian, sakitnya pun reda. Djamari kemudian bereksperimen dengan merajang cengkeh dan mencampurkannya dengan tembakau dan kemudian dilinting menjadi rokok.
Kala itu melinting rokok memang sudah menjadi kebiasaan kaum pria. Djamari melakukan modifikasi dengan mencampurkan cengkeh. Setelah rutin menghisap rokok ciptaannya, Djamari pun merasakan perlahan sakitnya hilang. Kemudian mewartakan penemuan ini kepada saudara dan teman-temannya. Berita ini pun menyebar dengan cepat. Kemudian permintaan "rokok obat" ini pun mengalir. Djamari pun melayani banyak permintaan rokok cengkeh. Lantaran ketika dihisap, cengkeh yang terbakar mengeluarkan bunyi "keretek", maka rokok temuan Djamari ini dikenal dengan "rokok kretek". Awalnya, kretek ini dibungkus klobot atau daun jagung kering. Dijual per ikat dimana setiap ikat terdiri dari 10, tanpa kemasan sama sekali. Rokok kretek pun semakin dikenal. Konon Djamari meninggal pada 1890. Identitas dan asal-usulnya hingga kini masih samar. Hanya temuannya itu yang terus berkembang.
Beberapa tahun kemudian, rokok penemuan Djamari menjadi dagangan memikat di tangan Nitisemito, perintis industri rokok di Kudus. Bisnis rokok dimulai oleh Nitisemito pada 1906 dan pada 1908 usahanya resmi terdaftar dengan merek "Tjap Bal Tiga". Bisa dikatakan langkah Nitisemito itu menjadi tonggak tumbuhnya industri rokok kretek di Indonesia.
Menurut beberapa babad legenda yang beredar di Jawa, rokok sudah dikenal sudah sejak lama. Bahkan sebelun Haji Djamari dan Nitisemito merintisnya. Tercatat dalam Kisah Roro Mendut, yang menggambarkan seorang putri dari Pati yang dijadikan istri oleh Tumenggung Wiroguno, salah seorang panglima perang kepercayaan Sultan Agung menjual rokok "klobot" (rokok kretek dengan bungkus daun jangung kering) yang disukai pembeli terutama kaum laki-laki karena rokok itu direkatkan dengan ludahnya.

*Disadur dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar